A. Budaya Meklaci
Tradisi Meklaci merupakah salah satu tradisi yang ada di Dusun Munduk Lumbang yaitu prosesi terakhir yang harus dilaksanakan sebagai rangkaian kegiatan pernikahan. Tradisi tersebut sebagai simbol bahwa pasangan suami istri telah sah secara niskala di hadapan khayangan tiga dan harus dilakukan oleh pasangan yang menikah baik ke luar, ke dalam ataupun sesama masyarakat Dusun Munduk Lumbang. Tradisi Meklaci tidak harus dilaksanakan segera, tetapi jika ada pasangan suami istri yang tidak melaksanakan tradisi Meklaci hingga akhirnya meninggal dunia, maka prosesi ngaben tidak dapat dilaksanakan sebelum menebus janji melaksanakan Meklaci. Tradisi ini terbagi menjadi 2 jenis yaitu “Meklaci Asibak” dan “Meklaci Abungkul”, dari kedua jenis tersebut yang membedakan yaitu “Meklaci Asibak” dilaksanakan apabila salah satu pihak berasal dari luar Dusun Munduk Lumbang. Sedangkan, “Meklaci Abungkul” dilaksanakan apabila kedua belah pihak berasal dari Dusun Munduk Lumbang. Prosesi yang dilaksanakan pada "Meklaci Abungkul” juga memiliki rangkaian acara yang lebih padat dan melibatkan lebih banyak pihak dibanding dengan “Meklaci Asibak”. Apabila salah satu pasangan suami istri sudah pernah menikah termasuk jenis “Meklaci Asibak”, meskipun kedua belah pihak berasal dari Dusun Munduk Lumbang. Adapun rangkaian kegiatan Meklaci yaitu Meserah Manik Galih yang dilakukan oleh pihak perempuan dengan menghaturkan beras di hadapan kayangan tiga dan selanjutnya dibagikan kepada krama desa tertentu. Kemudian, keesokan harinya akan dilaksanakan kegiatan Meserah Celeng yang dilakukan oleh pihak laki-laki dan juga dibagikan kepada krama desa tertentu. Apabila pernikahan yang dilakukan berjenis “Meklaci Asibak” maka tidak ada lagi prosesi yang mengharuskan pihak perempuan dan laki-laki hadir bersamaan. Akan tetapi apabila pernikahan yang dilakukan berjenis “Meklaci Abungkul” aka nada lagi prosesi yang mengharuskan pihak perempuan dan laki-laki hadir bersamaan dan memerlukan banten yang lebih besar.
B. Seni Tari Genggong
Seni tari Geng Gong merupakan kesenian yang sudah ada sejak lama yang mana dibawa dari daerah Kintamani tepatnya di Desa Ulian. Pada Kabupaten Tabanan, seni tari Geng Gong hanya berada di Dusun Munduk Lumbang, Desa Angseri, Kecamatan Baturiti. Geng Gong merupakan salah satu seni tari tradisional yang sakral dan digunakan sebagai pengiring upacara 3 bulanan, sambutan lahiran, atau pernikahan. Oleh karena sakral dan dipersembahkan untuk upacara keagamaan, tarian Geng Gong ini memerlukan banten sebagai ritual sebelum dipersembahkan. Apabila terdapat acara ngaben, maka selama 1 bulan 15 hari tidak boleh dilaksanakan tarian Geng Gong karena satu Dusun dianggap “sebel”. Penari Geng Gong terdiri atas 2 orang yang mana keduanya adalah perempuan. Perempuan yang menarikan tarian ini adalah orang yang suci sebelum mengalami fase menstruasi. Tarian ini diiringi oleh musik tradisional yang dibuat dari bambu bertali yang disebut sebagai Geng Gong. Pemain alat musik Geng Gong sendiri terdiri atas 10 orang laki-laki yang rata-rata berusia lebih dari 60 tahun. Tarian ini biasanya dipersembahkan bersamaan dengan tarian Legong dan Joged yang masing-masing ditarikan oleh 2 orang perempuan. Untuk durasinya sendiri, tari Geng Gong ditarikan selama 20 menit, tari Legong selama 20 menit, dan tari Joget ditarikan selama 30 menit. Adapun pakaian untuk tarian Geng Gong terdiri atas gelungan, badong, dan perlengkapan lainnya yang serupa dengan tarian Legong. Saat ini tidak banyak orang yang bisa menarikan tarian ini dan juga memainkan alat musiknya. Alat musik tersebut juga sudah tidak bisa dibuat lagi karena memang tidak ada yang bisa membuatnya. Untuk dapat membawa kesenian unik ini agar dikenal oleh masyarakat luas, tari Geng Gong pernah dibawa ke Festival Art Center sebanyak 3 kali mewakili Kabupaten Tabanan.
C. Mebalik Sumpah
Desa Munduk Lumbang mempunyai kebudayaan yang bernama Mebalik Sumpah, kebudayan Mebalik Sumpah di adaptasi dari Kecamatan Kintamani Desa Ulian, dimana kebudayaan ini merupakan kebudayaan yang cukup sakral yang mempunyai makna sebagai penyucian atau pembersihan tempat tinggal yang telah selesai dibangun atau adanya kematian yang terjadi di luar rumah atau pekarangan. Kebudayaan ini biasanya dilakukan pada pagi hari mulai dari pukul 07.00 WITA dan membutuhkan kerabat yang cukup banyak untuk membantu. Dalam sejarahnya kebudayaan Mebalik Sumpah merupakan pemuput pekarangan melalui acara mecaru, dimana acara mecaru ini membutuhkan beberapa hewan yang digunakan seperti 1 ekor sapi, 1 ekor babi, 1 ekor anjing (belang bungkem) dalam keadaan tanpa ada kecacatan sedikitpun , 1 ekor bebek, 1 ekor ayam brumbun, 1 ekor angsa, dan hewan tersebut diikat dan digotong menggunakan bambu dalam keadaan hidup-hidup. Hewan yang digunakan sebagai sarana mecaru mempunyai makna tersendiri seperti menunjukkan arah dan warna untuk menentukan dimana letak sarana tersebut dipersembahkan, semua hewan dan barang-barang yang memiliki simbol digotong lalu dibawa mengelilingi pekarangan sebanyak 3 kali. Setelah mengelilingi pekarangan hewan tersebut akan dipotong dan dijadikan sesajen untuk mecaru kemudian diolah menjadi makanan seperti sate. Apabila terdapat sisa, maka makanan tersebut akan dibagikan ke tamu undangan dan kerabat terdekat. Setelah selesai mengolah hewan-hewan tersebut, kulit dari hewan tersebut akan ditanam di depan pekarangan rumah yang sudah disediakan oleh pemilik rumah tersebut. Selain menggunakan hewan sebagai sarana mecaru adapula barang lain yang digotong seperti talenan dan blakas serta peralatan lainnya setiap alat-alat yang digoong mempunyai makna tersendiri dalam proses mecaru. Kebudayaan Mebalik Sumpah hanya terjadi sekali di dalam pekarangan, terkecuali adanya kematian di pekarangan tersebut maka kebudayaan mebalik sumpah dapat dilakukan kembali. Pantangan dari kebudayaan mebalik sumpah yaitu tidak boleh dilakukan bersamaan dengan pekarangan lain di Desa Munduk Lumbang, karena kegiatan ini membutuhkan kerabat yang cukup banyak.